Tabloid Otomotif, Mei 2009
Membangun mobil balap dengan basis mobil Jepang 1 bagi Taqwa Surya Swasono pemilik bengkel Garden Speed di Cilandak, Jaksel bukan perkara yang terlalu sulit. Namun untuk kembali menghidupkan’ sebuah mobil pabrikan Italia butuh pengorbanan dan curahan perhatian lebih. Pasalnya mobil yang diorderoleh Robert Paul, sang pemilik mobil, yakni sebuah Alfa Romeo 1750 GTV i keluaran 1968 dan akan ikut di balap turing, kelas Super Retro. Di Indonesia mobil kecil ini amat sangat jarang.
Sejak mobil di bengkel Taqwa langsung melakukan olah pikir. Dalam regulasi balap Retro diperbolehkan mengganti mesin yang tak semerek dengan mobil. Namun langkah ini tak disukai oleh Robert Paul dan Taqwa. Sebenarnya dengan spesifikasi mesin standarnya tetap bisa kencang. Tak perlu engine swap pakai merek lain, karena Alfa Romeo punya mesin yang sangat kencang untuk mobil ini,” jelas Taqwa.
Ketika datang ke bengkel, mesin terpasang merupakan edisi spesial. Hanya ada 10 unit di dunia dengan 2 unit berbahan full aluminium yang salah satunya nempel di mobil R.Paul. Tenaga yang dimuntahkan mesin dengan sistem injeksi ini sekitar 280 dk/11.000 rpm. Sangat bertenaga pada tahun 1968, bahkan juga sekarang ini.
Karena tak sesuai regulasi balap yang harus pakai karburator, akhirnya mesin diturunkan. Diputuskan, menggunakan mesin asli mobil yakni 4 silinder, DOHC, 1.995 cc, 8 klep. “Komponen yang dipakai sebisa mungkin sama seperti yang melekat di mobil tersebut pada tahunnya. Istilahnya correct periode,” sebut atlet terbang layang ini.
Dalam setiap proses membangun mobil, pengguna Nissan Grand Livina 1.8 Ultimate ini menerapkan sistem paket. Maksudnya, tak hanya mesin kencang saja, namun juga kaki-kaki dan rem.
Perbedaan mencolok dengan mobil sejenisnya ada di kaki-kaki dan rem. Pada mobil standar sistem bushing di kaki-kaki mengandalkan karet, namun di mobil yang kap mesinnya berbahan fiber ini sudah ganti pakai sistem pillowball dan tubular wishbone. Sistem bushing karet jika dipakai balap sangat rentan pecah yang membuat mobil justru sulit dikendalikan. Keuntungan sistem pillowball, ‘mainnya’kaki-kaki bisa lebih fleksibel. Selain itu, karena depan lebih rigid, mobil jadi lebih diam saat dibuat belok. Mobil seperti berjalan di rel dan body roll berkurang jauh.
Berbanding terbalik dengan belakang. Di buritan, sistem rigid seperti depan tak diterapkan, karena kalau belakang rigid, saat menikung, salah satu sisi bagian depan bisa terangkat.
Pada rem, meningkat drastis. Standar mengandalkan teromol pada keempat rodanya kini berganti pakai cakram namun hanya depan saja. Mengandalkan rem buatan AP Racing yang bergrafir Alfaholics. Uniknya, rem yang terpasang saat ini memiliki bobot yang sangat ringan dan terdapat 6 piston pada tiap kaliper remnya. Sedangkan untuk bagian belakang pakai ATE dengan 2 piston.
Uniknya, rem mengandalkan pedal box. Maksudnya, tak ada lagi booster rem di mobil yang sudah berusia 41 tahun ini. Keuntungannya, injakan di pedal rem sama persis yang diterima oleh kaliper rem untuk mencengkeram cakram. “Pembalap jadi bisa lebih maksimal. Saat butuh hanya sedikit, maka injakan juga sedikit,” ulas Taqwa.
Namun jika mobil mengandalkan booster rem, injakan di pedal rem dengan yang diterima oleh kaliper akan berbeda. Biasanya di kaliper lebih besar. Kerugiannya, saat menginjak pedal akan terasa lebih berat. Tapi buat Paul bukan masalah, karena semua mobil balapnya (Nissan, Holden dan BMW) menggunakan pedal box.
Paket ubahan di mesin sesuai regulasi, seperti karburator pakai multi laras keluaran Weber, blok mesin dan jeroannya mengandalkan standar, begitu juga dengan silinder head. Namun internal kepala silinder seperti kem, per klep dan klep semuanya custom dengan orderke Inggris.
Saat seri 1 di Sentul beberapa waktu lalu, ada pertanyaan menggelitik seputar mesin yang disangka baru. Padahal blok mesin, silinder head, transmisi dan beberapa part lainnya di cuci dengan cara tersendiri. Hasil ‘cucian’ membuat mesin terlihat seperti baru. Sayang Taqwa enggan menyebut metodenya.
Hasil paket yang dikerjakan oleh bengkel di Jaksel ini menelurkan estimasi tenaga 210 dk, terhitung di flywheel dan pembalap mencetak best time 1 menit 53 detik di Sentul saat race.